`

Minggu, 21 November 2021

Belajar bertasawuf

 Mengenal Tasawuf (32)

Kadang kita sebagai murid beranggapan bahwa kita ini sudah masuk ke dalam tasawuf. Padahal sebenarnya belum. Kita sekarang ini baru belajar bertasawuf belum masuk ke dalam tasawuf yg sesungguhnya.

Sebagai tambahan wawasan saja, di Libia ada namanya Thoriqoh Sanusiyyah. Konon kalau mereka dzikir jahar, sama gurunya di kasih kalajengking  buat menyengat muridnya saat Dzikir dan jika dzikirnya masuk, maka sengatan kalajengkin itu tidak berarti apa2, tidak ada rasa sakit sama sekali, tapi bagi murid yg dzikirnya belum masuk alias belum sungguh2, begitu disengat kalajengking ya akan kesakitan dan mungkin sampai bengkak.

Kita masuk di Shiddiqiyyah kadang dzikir jahar kita kerjakan kadang nggak dan itu kita seolah dibiarkan sampai timbul kesadaran di kita untuk dzikir benar2 Istiqomah dalam berdzikir.

Kita di ajak shodaqoh, santunan anak yatim, membangun rumah layak huni dan itupun terserah kepada masing2 orang, berapa mereka mau bershodaqoh, tidak ada paksaan.. sampai muncul kesadaran untuk sungguh2 dalam bershodaqoh.

Oleh sebab itulah mengapa jalur tasawuf kita di Shiddiqiyyah ini disebut jalur Falsafi-Insyafi (kesadaran) dan Amali.

Madzab Shiddiqiyyah adalah madzab Kesadaran.

Lihatlah bagaimana para tokoh tasawuf memproses dirinya di masa lalu..

Dalam buku ajaran dan teladan para sufi, Dr. HM. Laili Mansur menulis:

Bersama dengan seorang pejabat baru, Abu Bakar As Syibli dilantik oleh Khalifah dan secara resmi dikenakan seperangkat jubah pada dirinya. Setelah itu pulang, di tengah jalan pejabat baru itu bersin dan batuk-batuk seraya mengusap jubah baru itu kehidung dan mulutnya. Perbuatan pejabat tersebut dilaporkan kepada Khalifah. Dan Khalifah pun memecat serta menghukumnya.

Asy-Syibli pun terheran-heran, mengapa hanya karena jubah seseorang bisa diberhentikan dari jabatannya dan dihukum. Tak ayal, peristiwa ini membuatnya merenung selama berhari-hari. Ia kemudian menghadap Khalifah dan berkata:

Wahai Khalifah, Engkau sebagai manusia tidak suka bila jubah jabatan diperlakukan secara tidak wajar. Semua orang mengetahui betapa tinggi nilai jubah itu. Sang Maharaja alam semesta telah menganugerahkan jubah kepadaku di samping cinta dan pengetahuan. Bagaimana dia akan suka kepadaku jika aku menggunakannya sebagai sapu tangan dalam pengabdianku pada manusia.

Sejak itu ia meninggalkan karir dan jabatanya, dan ingin bertobat. Kisah pertobatannya menyentuh kalbu. Asy-Syibli mulai mengarungi dunia tasawuf. Ia berguru kepada sejumlah ulama sebagai pembimbing spritualnya. Antara lain ia juga masuk ke dalam kelompok spritual Khairal Nassaj. Belakangan ia juga berguru kepada beberapa sufi terkenal, seperti Junaid Al-Baghdadi – yang sangat mempengaruhi perkembangan kerohaniannya. Sufi masyhur yang cemerlang dalam berbagai gagasan tasawuf ini memang punya banyak pengikut.

Pertemuannya dengan Junaid Al-Baghdadi digambarkan oleh Fariduddin Aththar dalam kitab Tadzkirul Awliya. “Engkau dikatakan sebagai penjual mutiara, maka berilah aku satu atau juallah kepadaku sebutir,” kata Asy-Syibli kepada Junaid. Maka Junaid pun menjawab: “Jika kujual kepadamu, engkau tidak sanggup membelinya, jika kuberikan kepadamu secara cuma-cuma, karena begitu mudah mendapatkannya engkau tidak akan menyadari betapa tinggi nilainya. Lakukanlah apa yang aku lakukan, benamkanlah dulu kepalamu di lautan, apabila engkau dapat dapat menunggu dengan sabar, niscaya engkau akan mendapatkan mutiaramu sendiri.” Lalu kata Asy-Syibli, ”Jadi apakah yang harus kulakukan sekarang?” Jawab Junaid, “Hendaklah engkau berjualan belerang selama setahun.” Maka Asy-Syibli berjualan belerang selama setahun. Lorong-lorong Kota Baghdad dilaluinya tanpa seorangpun yang mengenalnya.

Setelah setahun lewat, ia kembali kepada Junaid. Maka ujar Junaid: “Sekarang sadarilah nilaimu! Kamu tidak ada artinya dalam pandangan orang lain. Janganlah engkau membenci mereka dan janganlah engkau segan. Untuk beberapa lamanya engkau pernah menjadi bendahara, dan untuk beberapa lamanya engkau pernah menjadi Gubernur. Sekarang kembalilah ke tempat asalmu dan berilah imbalan kepada orang-orang yang pernah engkau rugikan.”

Maka ia pun kembali ke Kota Demavend. Rumah demi rumah disinggahinya untuk menyampaikan imbalan kepada orang-orang yang pernah dirugikannya. Akhirnya masih tersisa satu orang, tapi ia tidak tahu kemana dia pergi. Ia lalu berkata, “Aku telah membagi-bagikan 1000 dirham, tapi batinku tetap tidak menemukan kedamaian.” Setelah empat tahun berlalu, ia pun kembali menemui Junaid. Perintah Junaid, “Masih ada sisa-sisa keangkuhan dalam dirimu. Mengemislah selama setahun!” Tanpa banyak bicara, ia pun segera melaksanakan perintah sang guru. “Setiap kali aku mengemis, semua yang kuperoleh kuserahkan kepada Junaid. Dan Junaid membagi-bagikan kepada orang-orang miskin, sementara pada malam hari aku dibiarkan kelaparan,” kenang Asy-Syibli. Setahun kemudian Junaid berkata, “Kini kuterima engkau sebagai sahabatku, tapi dengan satu syarat, engkau terus jadi pelayan sahabat-sahabatku.”

Setelah ia melaksanakan perintah sang guru, Junaid berkata lagi, “Hai Abu Bakar, bagaimanakah pandanganmu sekarang terhadap dirimu sendiri?” Jawab Asy-Syibli, “Aku memandang diriku sendiri sebagai orang yang terhina di antara semua makhluk Allah.” Junaid menimpali, “Sekarang sadarilah nilai dirimu, engkau tidak ada nilainya di mata sesamamu. Jangan pautkan hatimu pada mereka, dan janganlah sibuk dengan mereka.” Junaid pun tersenyum, sembari berkata, “Kini sempurnalah keyakinanmu.”

Dan apakah engkau sudah menyadari, bahwa engkau baru belajar tasawuf? Dan belum masuk kedalam tasawuf yg sesungguhnya..

Baru juga diajak shodaqoh, 

Baru juga diajak santunan,

Baru juga diajak mbangun rumah layak huni,

Baru juga diajak berorganisasi,

Sudah teriak teriak aduh aduh aduh...

Terlalu banyak alasan di dalam pikiranmu..

Dan kamu mengatakan bahwa dirimu sudah bertasawuf?

Jihadu fisabilillah amwalikum wa anfusikum..

Mengenal Tasawuf