Mengenal Tasawuf (11)
Kalau yang anda tanyakan masalah kemursyidan, saya tidak tahu.
Karena masalah kemursyidan itu :
1. Bukan jabatan suatu organisasi,
2. Bukan hasil kesepakatan murid-murid,
3. Bukan hasil lobby-lobby,
4. Bukan karena keahlian keajaiban yang bisa ditimbulkan,
5. Bukan dari ritualnya yg kuat
6.Bukan karena pemahaman yang tinggi.
7. Dan Bukan karena wiridan ya yg banyak.
Tetapi masalah kemursyidan adalah 'jabatan' yang diberikan Alloh semata-mata
karena rohmatNya.
Sehingga informasi masalah kemursyid-an ini secara jelas tidak ada yang
tahu. Sama artinya hanya para wali saja yang tahu tentang kewalian.
Hanya para mursyid saja yang tahu tentang kemursyidan.
Misalnya begini, sekarang ini bisa saja saya mengaku bahwa saya ini seorang
mursyid suatu thoriqoh. Apakah anda percaya????
Kalau anda kurang percaya atau tidak percaya, akan saya buktikan dengan
karomat-karomat saya.
Dan misal anda melihat karomat saya, Apakah anda percaya kalau saya ini seorang mursyid????.
Keajaiban bukan ciri seorang
mursyid, karena orang yang belum mendapat hak kemursyidan dari Alloh-pun
bisa saja menampilkan keajaiban. Bahkan orang yang bukan muslim-pun bisa
menampilkan keajaiban. Baik dari Hindu, Budha, Kristen,dll. Kalau satu
ketika David Coperfield, ahli ilusi itu,
mengaku bahwa dia seorang mursyid, apakah anda percaya????"
"Masalah kemursyidan bukan masalah sepele. "
Secara sederhana, dari pengalaman, ada beberapa acuan kita dibolehkan
mengikuti satu ajaran :
1. Tidak bertentangan dengan Qur-an dan Hadits
2. Akhlak yang bersama dengan guru kita itu adalah `akhlakul karimah`
3. Titik sentral yang diajarkan adalah `taqorub ilalloh`, dan apakah itu
membawa perubahan yang lebih baik bagi kita atau tidak.??
4. Jangan terlena dengan keajaiban-keajaiban yang ditampakkan.
5. Lihat lah ciri orang yang benar pada contoh kita yaitu Nabi Muhammad
SAW.
Nah, Thoriqoh-thoriqoh yang sudah pernah disebutkan (dan masih banyak
thoriqoh lain), bisa saja kemursyidannya terputus.
Artinya begini. Di dalam thoriqoh, ada jabatan-jabatan ruhaniyah yang
bertingkat-tingkat. Saya ambil contoh di salah satu thoriqoh, ada jabatan
"Kholifah", kemudian di atas jabatan "kholifah "("kholifah" ini juga
bertingkat-tingkat) ini ada jabatan "ustadz"("ustadz"ini juga
bertingkat-tingkat)
dan di atas "ustadz" ini ada jabatan "mursyid" dan di atas mursyid ini ada
"Syech". Nah misal saja di satu thoriqoh yang ada mursyidnya. Setelah si
mursyid wafat, dan dibawah si mursyid ini, orang-orang yang ada (baik yang
dijabatan kholifah, maupun di jabatan ustadz) belum mendapatkan ijin dari
Alloh untuk menjadi mursyid, maka sejak mursyid mereka wafat, terputuslah
kemursyidan di Thoriqoh itu. Di sini kadang, namanya saja manusia, bisa
aja
si "kholifah"atau si "ustadz" terbujuk untuk menyebut dirinya sebagai
mursyid. Padahal ijin dari Alloh belum turun. Atau bisa saja dari
murid-murid ada kesepakatan untuk mengangkat pengganti si mursyid.
Atau bisa saja dari pihak lain menetapkan bahwa si A itu dijadikan mursyid, dll.
Hal itu tidak ada artinya karena adanya mursyid itu karena semata-mata
jabatan ruhaniyah yang langsung diberikan oleh Alloh.
Jangankan masalah mursyid, masalah pengangkatan kholifah saja juga
langsung dari Alloh.
Kebenaran hanya milik Alloh.
"Ma indakum yanfadu wa ma indallohi baq"
Jadi sekali lagi kalau masalah kemursyidan , saya tidak tahu. maaf.