Mengenal Tasawuf(64)
Menarik Garis Demarkasi dg orang yg bisa menimbulkan Mudhorot bagi kita
Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan tentang peran dan dampak seorang teman dalam sabda beliau :
مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً ، وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَة
“Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR. Bukhari 5534 dan Muslim 2628)
Imam Muslim rahimahullah mencantumkan hadits di atas dalam Bab : Anjuran Untuk Berteman dengan Orang Shalih dan Menjauhi Teman yang Buruk”. Imam An Nawawi rahimahullah menjelaskan bahwa dalam hadits ini terdapat permisalan teman yang shalih dengan seorang penjual minyak wangi dan teman yang jelek dengan seorang pandai besi. Hadits ini juga menunjukkan keutamaan bergaul dengan teman shalih dan orang baik yang memiliki akhlak yang mulia, sikap wara’, ilmu, dan adab. Sekaligus juga terdapat larangan bergaul dengan orang yang buruk, ahli bid’ah, dan orang-orang yang mempunyai sikap tercela lainnya.” (Syarh Shahih Muslim 4/227)
Ibnu Hajar Al Asqalani rahimahullah mengatakan : “Hadits di ini menunjukkan larangan berteman dengan orang-orang yang dapat merusak agama maupun dunia kita. Hadits ini juga mendorong seseorang agar bergaul dengan orang-orang yang dapat memberikan manfaat dalam agama dan dunia.”( Fathul Bari 4/324)
Syaikh As Sa’di rahimahulah juga menjelaskan bahwa berteman dengan teman yang buruk memberikan dampak yang jelek. Orang yang bersifat jelek dapat mendatangkan bahaya bagi orang yang berteman dengannya, dapat mendatangkan keburukan dari segala aspek bagi orang yang bergaul bersamanya. Sungguh betapa banyak kaum yang hancur karena sebab keburukan-keburukan mereka, dan betapa banyak orang yang mengikuti sahabat-sahabat mereka menuju kehancuran, baik mereka sadari maupun tidak. Oleh karena itu, sungguh merupakan nikmat Allah yang paling besar bagi seorang hamba yang beriman yaitu Allah memberinya taufik berupa teman yang baik. Sebaliknya, hukuman bagi seorang hamba adalah Allah mengujinya dengan teman yang buruk. (Bahjatu Qulubil Abrar, 185)
Jadi bagi yg tidak mau narik garis demarkasi lahir dan bathin dengan orang2 yg menimbulkan dampak negatif bagi kita ya silakan, resiko ditanggung sendiri, dan bagi yg melaksanakan dawuh Rosululloh dan dawuh ulama warotsatul anbiya' untuk menjauhi atau menarik garis demarkasi dg orang2 yg membawa hal negatif pada diri kita juga silakan, tergantung ketaatan kita masing2..
Sami'na Wa Atho'na
Quran Surat An-Nur Ayat 51
إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ ٱلْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوٓا۟ إِلَى ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَن يَقُولُوا۟ سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۚ وَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ
"Innamā kāna qaulal-mu`minīna iżā du'ū ilallāhi wa rasụlihī liyaḥkuma bainahum ay yaqụlụ sami'nā wa aṭa'nā, wa ulā`ika humul-mufliḥụn"
"Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. "Kami mendengar, dan kami patuh". Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung"
Hanya kaum Khowarij yg ketika Nabi membagi pampasan perang, mereka berteriak," Yang adil ya Muhammad"
Sampai Nabi bersabda,"jika bukan aku yang bersikap adil, lalu siapa lagi?"
Trus dilanjutkan,"sesungguhnya mereka yg meragukanku, itu sebab mereka mempelajari Al-Qur'an hanya sebatas sepenggal leher mereka"
Merekalah kemudian yang disebut dengan kaum Khowarij.
Al-ulama'u warotsatul anbiya'
Ulama itu pewaris para Nabi
Seorang Mursyid adalah seorang ulama yg mewarisi ilmu para Nabi.
Sesuatu yg diperintahkan bagimu dari seorang Mursyid, itu adalah hal yg sebaiknya kamu kerjakan Sami'na wa atho'na..kamu dengar dan kamu ta'ati. Sebab Mursyid tidaklah melakukan sesuatu atas dasar senang atau tidak senang, suka atau tidak suka, melainkan semua apa yg dilakukan Mursyid itu atas dasar perasaan hati, priksa dan karsa..yang disinari oleh sinar Ilham ruhi atau disinari cahaya ilahiyah sehingga meski seorang Mursyid bukanlah Nabi, tapi beliau Mursyid adalah penerus para Nabi, yg mewarisi ilmunya para nabi melalui rasa, priksa, karsa yg beliau miliki ...
Bagaimana jika Mursyid yg mengatakan sendiri, bahwa ada Kholifatul Fitnah?
Ada Kholifatul murtad ?
Bagaimana jika Mursyid yg mengatakan untuk menarik garis demarkasi?
.
Bagaimana jika Mursyid yg mengatakan gerombolan kurang ajar?
Bagaimana jika Mursyid yg mengatakan bahwa gerombolan sudah bukan murid lagi sehingga tidak berhak menggunakan al-Kamilah?
Maka jawablah "Sami'na Wa Atho'na"
Ya Kami Dengar dan Kami Taat
Wujud Cinta adalah Ketaatan